Guno Tri Tjahjoko dan Utami Sulistyana
“Kita tidak boleh menjadi pengikut, memperoleh inspirasi dari UGM, dari mana pun boleh, tapi kita tidak boleh menjadi pengikut UGM. Kita harus menjadi contender, harus menjadi penantang dan pejuang, semua prodi harus bersikap begitu. Dan ini bagian dari spirit poskolonial, spirit post-structural, spirit postmodernism. Jadi, kita yakin pada kekuatan kita. Ini bagian dari kita itu membajak kesempatan, membajak momentum untuk meraih kesempatan yang lebih besar.” (Sutoro Eko Yunanto, 2021)
A. KRISIS ILMU PEMERINTAHAN
Tidak bisa disangkali bahwa praktik pengajaran ilmu pemerintahan di Indonesia dipengaruhi oleh dua mazhab, yakni : Mazhab Bulaksumur (Universitas Gadjah Mada) dan Mazhab Bandung (Universitas Padjajaran) dan Jatinangor (Institut Pemerintahan Dalam Negeri). Ironinya dua mazhab ilmu pemerintahan tersebut tercerabut dari keberpihakan pada hajat hidup orang banyak. Mazhab Bulaksumur mengembangkan ilmu pemerintahan sebagai beesturkunde (birokrasi) yang berevolusi menjadi administrasi publik. Beesturkunde berawal dari Hukum Administrasi, kemudian berevolusi menjadi Administrasi Publik, selanjutnya menjadi Manajemen Publik, dan berevolusi menjadi governance (tata kelola).
Pada tahun 1990 hadir para doktor ilmu politik di Universitas Gadjah Mada dan mensubversi ilmu pemerintahan yang bercitarasa administrasi publik menjadi politik pemerintahan. Ilmu pemerintahan dimaknai sebagai bagian dari ilmu politik. Mazhab Bulaksumur (UGM) tidak berhasil membentuk ilmu pemerintahan secara utuh, yakni setelah tahun 1990-an Ilmu Pemerintahan terbelah, tergantung orang dalam menentukan pilihan dan preferensi (Yunanto,“Government Making: Membuat Ulang Ilmu Pemerintahan” http://jurnal.apmd.ac.id/index.php/governabilitas/article/view/109/ diakses 3 November 2021).
Sebaliknya Mazhab Bandung dan Jatinangor mengembangkan ilmu pemerintahan yang diidentikkan dengan hal ihwal administrasi. Mazhab ini mengembangkan warisan Belanda, bahwa ilmu pemerintahan identik dengan ilmu perkantoran. Mazhab Bandung dan Jatinangor dalam perkembangannya juga mengalami krisis keilmuan. Mazhab ini mencoba merekonstruksi ilmu pemerintahan yang dikembangkan oleh Taliziduhu Ndraha (2011). Ndraha mengembangkan konsep kybernologi yang mencoba membuat Ilmu Pemerintahan baru seperti yang telah diklaim, tetapi menggunakan konsep manajemen publik baru, di mana terdapat paradigma baru dalam Administrasi Publik yaitu konsep Manajemen Publik baru, tetapi digunakan untuk mengklaim Ilmu Pemerintahan baru. Kybernologi tidak membahas paradigma tentang Ilmu Pemerintahan, tetapi justru seperti Ilmu Mengemudi, di mana berbicara tentang Ilmu Pemerintahan itu tidak gampang karena terkait dengan pemerintah aktivitas dan arenanya sangat kompleks (Yunanto,“Government Making: Membuat Ulang Ilmu Pemerintahan” http://jurnal.apmd.ac.id/index.php/governabilitas/article/view/109/ diakses 3 November 2021)
Memperhatikan dua mazhab tersebut yang telah gagal merekontruksi ilmu pemerintahan sebagai ilmu, maka perlu dilakukan riset dan kajian secara mendalam tentang ilmu pemerintahan yang berpihak pada hajat hidup orang banyak. Untuk menjawab tantangan tersebut, Program Studi (Prodi) Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”, Yogyakarta bekerjasama dengan Kesatuan Program Studi Ilmu Pemerintahan Indonesia (KAPSIPI) dan Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI), mengadakan Webinar Mazhab Timoho dengan topik “Government Making : Membuat Ulang Ilmu Pemerintahan” secara daring pada 22 Juli 2021. Webinar Mazhab Timoho diikuti 251 dosen dan mahasiswa dari seluruh Indonesia (https://www.kompas.com/edu/read/2021/08/02/095729771/krisis-ilmu-pemerintahan-stpmd-apmd-yogyakarta-gelar-webinar-mazhab-timoho?page=all / diakses 3 November 2021)
B. ILMU PEMERINTAHAN SEBAGAI PERSPEKTIF
Pergulatan pemikiran dan dinamika keilmuan yang dirajut dalam diskusi Mazhab Timoho telah menghasilkan pemikiran yang mencerahkan. “Pemerintahan sebagai suatu lembaga dan proses sebenarnya sudah diselenggarakan sejak ribuan tahun yang silam. Semoga Webinar Mazhab Timoho ini menghasilkan pengetahuan dan gagasan baru tentang ilmu pemerintahan,” ungkap Prof. Dr.Utang Suwaryo, Ketua Umum KAPSIPI. Memang ilmu pemerintahan sebagai suatu ilmu masih prematur dan membutuhkan kajian dan penelitian yang mendalam.
Adapun hasil Webinar Mazhab Timoho disarikan dalam tiga hal, pertama, secara ontologi ilmu pemerintahan dalam konteks Indonesia didasarkan pada sila ke empat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Artinya ilmu pemerintahan harus berorientasi pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat selaku pemilik kedaulatan.
Kedua, secara epistemologi ilmu pemerintahan yang dikembangkan Mazhab Timoho memiliki lima paradigma (perspektif). Artinya dalam pandangan mazhab Timoho fenomena pemerintahan dalam masyarakat – kita kaji dan bingkai dengan perspektif ilmu pemerintahan. Ringkasnya ilmu pemerintahan sebagai perspektif.pertama,perspektif government (pemerintah) yang mengkaji tentang isu-isu negara,rakyat,partai politik,demokrasi,pemerintah desa,relasi legisatif,eksekutif dan yudikatif,konstitusi,partisipasi dan kekuasaan. Kedua, perspektif governing (perbuatan pemerintah) mengkaji isu-isu aktivitas pemerintah,teknologi pemerintah,peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah. Ketiga, perspektif governability (otoritas dan kapasitas pemerintah), yang mengkaji isu-isu otoritas pemerintah, orang kuat, negara bangkrut,negara bayangan,local bossism, devided government dan kapasitas pemerintah. Keempat, perspektif governance (tatakelola pemerintah) yang mengkaji isu-isu tentang good governance,tipe pengelolaan pemerintah,model governance, desentralisasi,sentralisasi dan interaksi pemerintah dengan non pemerintah. Kelima, perspektif governmentality (mentalitas pemerintah), yang mengaji isu-isu membongkar tindakan pemerintah, strategi rasional pemerintah,taktik pemerintah dan strategi pemerintah.
Ketiga,secara aksiologi ilmu pemerintahan berpihak pada rakyat sesuai sila ke lima “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Artinya Ilmu pemerintahan tidak melayani elite politik atau birokrat, melainkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Tinggalkan Komentar