Yogyakarta– Selasa, 8 November 2022 Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta mengadakan Kuliah Umum dengan Topik : “Reformasi Kalurahan Daerah Istimewa Yogyakarta”. Narasumber dalam Kuliah Umum ini, yakni : (1) KPH. H Yudanegara, Ph.D (Kabag Bina Pemerintahan Kalurahan dan Kapanewon/Kementren Biro Tapem Setda DIY) yang membahas memaknai Reformasi Kalurahan dan (2) Dr. Sutoro Eko Yunanto (Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD) dengan materi tentang “Kalurahan/Desa dalam Logika ke Istimewaan”. Kuliah Umum menggunakan mekanisme bauran (hibrid)/ campuran, dimana peserta yang luring (hadir) di R.Soetopo 175 orang dan 100 orang mengikuti kuliah umum secara daring melalui You Tube.
Dalam paparannya KPH H. Yudanegara.Ph.D menekankan bahwa visi dan misi Gubernur DIY 2022- 2027 tentang Reformasi Kalurahan bertujuan mengubah sistem Kalurahan/Desa ke arah perbaikan.Untuk mereformasi Kalurahan terdapat 2 poin penting yang di sampaikan oleh KPH. H Yudanegara,Ph.D yaitu : pertama, reformasi birokrasi Kalurahan, yakni perubahan pada tata pemerintahan Kalurahan yang disebabkan, karena permasalahan, keuangan, Sumber Daya Manusia, regulasi dan budaya pemerintahan.
Kedua, reformasi pemberdayaan masyarakat desa yang bertujuan, agar masyarakat dapat mempunyai kapasitas dan keterlibatan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Lembaga kemasyarakatan seperti Badan Permusyawaratan Desa bisa menjadi mitra Pemerintah Kalurahan, agar pengembangan dan peningkatan kapasitas lembaga ekonomi Kalurahan meningkat. Untuk reformasi pemberdayaan masyarakat, Kalurahan akan melakukan pembinaan, pendampingan, pembinaan teknis yang berkerja sama dengan para pihak,misal: Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan akademisi.
Ada tiga Undang-Undang yang mengatur urusan penyelenggaraan pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni : Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa; Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang Nomor 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Reformasi Kalurahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13/ 2012 yang dijabarkan dalam visi dan misi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. UU keistimewahan tersebut mengandung lima poin penting yaitu: Sultan yang bertahta menjadi Gubernur, budaya, kelembagaan, ketanahan, dan tata ruang.
Pada poin Kelembagaan , Pemda dapat menyusun kedudukan susunan organisasi,tugas, fungsi, tata kerja, tata laksana, pola hubungan, beban kerja wilayah administraitif dan perubahan nama kelembagaan pemerintahan sesuai nomenklatur UU No,13/2012, khususnya desa berubah menjadi kalurahan. Perubahan nama desa menjadi Kaluruhan memberikan dampak pada Kalurahan terutama pada pembagian dana keistimewaan.
Dana keistimewaan diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 85 /2019 – dana keistimewaan penggunannya untuk kelembagaan,kebudayaan,pertanahan dan tata ruang. Dalam konteks kelembagaan pihak Kalurahan bisa langsung mengajukan usulan anggaran dana istimewa pada Gubernur, tanpa melalui Bupati untuk pembangunan Kalurahan. Pihak Gubernur akan mempelajari proposal anggaran tersebut dan mengadakan studi kalayakan. Bila studi kelayakan memenuhi kriteria keistimewaan dan sesuai Pergub No,85/2019, maka dana keistimewaan akan diberikan pada Kalurahan secara bertahap. Dana istimewa yang telah diberikan akan dimonitor dan dievaluasi, untuk mengkonfirmasi luaran (output) yang berdampak pada rakyat.
Selaras dengan hal tersebut Dr.Sutoro Eko Yunanto menegaskan tentang posisi Kalurahan merupakan kelembagaan asli dan berasal dari sejarah tradisi Mataram. Seiring perkembangan jaman, masyarakat menyebut Kepala Desa dengan sebutan Lurah, sebelum adanya Undang-Undang No 5/ 1979 tentang Pemerintahan Desa. Kalurahan dan Kelurahan merupakan institusi pemerintah yang berbeda. Kalurahan merupakan bentuk dari pemerintahan langsung, pembentukan kota yang biasa di sebut dengan citizenship (kewarganegaraan). Sedangkan Kelurahan merupakan bentukan Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh ASN, selain itu Kepala Kelurahan juga mempunyai relasi dengan beberapa aktor teknokrat.
Menurut Dr. Sutoro Eko Yunanto reformasi Kalurahan harus memperhatikan tradisi dan histori (sejarah) daerah. Reformasi Kalurahan bukan dilihat dari kebiasaan, tetapi tentang nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Terutama pada tonggak politik Reformasi Kalurahan DIY yang mengacu pada gagasan Selo Sumarjan tentang otonomi desa, yaitu : pertama, amalgamasi – penggabungan desa-desa kecil menjadi desa (besar jumlah penduduknya). Sumarjan mempersepsi amalgamasi ini dari pespektif otonomi dan ekonomi. Kedua, redistribusi, merupakan pembagian tata ruang pertanahan yang di kelola dengan baik untuk kepentingan bersama dan. Ketiga demokratisasi, adanya kelembagaan sebagai wadah untuk menampung aspirasi masyarakat, serta membuat Kalurahan membangkitkan emansipasi warga.
Reformasi Kalurahan mempunyai tujuan, agar Kalurahan dan masyarakat mempunyai kesinergisan dalam mencapai hidup yang lebih baik. Sedangkan reformasi birokrasi bertujuan, agar tidak ada kesenjangan antara Lurah dengan Pamong. Reformasi pemberdayaan masyarakat Kalurahan di DIY mempunyai maksud, agar pemerintah Kalurahan dan masyarakat punya kapasitas dalam menentukan arah kehidupan yang lebih baik. Terutama pada penggunaan Dana Desa dan Dana Keistimewaan yang berdampak pada meningkatnya kesejahtraan masyarakat (AN)
Tinggalkan Komentar